Belajar dari satu
film yang benar - benar merupakan kehidupan nyata yang dirasakan setiap remaja
di dunia. Film “I not stupid too” adalah film singapura yang berkisahkan
tentang orangtua yang tak bisa mengerti dan mendidik anaknya dengan baik hingga
anak itu berubah menjadi nakal.
Aku dilahirkan dari rahim ibuku. Aku
terbentuk karna ada pertemuan antara sperma dan ovum orangtuaku. Ditubuhku
mengalir darah mereka. Mengalir gabungan dua gen manusia yang berbeda yang
melebur menjadi aku. Aku terus tumbuh dan berkembang menjadi dewasa hingga saat
ini karna mereka. Tapi perjalanan hidupku tak seperti kalian yang penuh
kebahagiaan, cinta dan kasih sayang. Aku mengalami kehidupan penuh dengan air
mata.
Ketika aku menginjak masa putih merah
disitulah aku mulai merasakan semuanya. Tepatnya ketika aku mendapatkan teman
dihidupku. Iyah aku mendapatkan adik kecil berjenis kelamin perempuan. Cinta
dan kasih sayang mereka telah terbagi menjadi 2. Aku tak lagi mendapatkan semua
dengan utuh.
Apa yang kalian lakukan ketika orangtua kalian
tidak mengijinkan kalian untuk bermain ? Kalian akan merajuk bukan ? Bahkan
menangis untuk bisa bermain ? Iya, aku sama dengan kalian terus merajuk untuk
diizinkan bermain. Kalian tahu hasilnya ? Mereka kesal dan mengangkatku lalu
melempar ku ke selokan. Apa yang aku rasakan saat itu ? Aku hanya bisa menangis
dan menangis di kamar mandi. Kejadian itu masih terus terlintas dipikiran ini.
Mirip dengan kereta api yang setiap waktunya selalu melintas. Itu cuman sebagan
kecil dari banyak kejadian pahit yang aku rasakan. Aku pernah dipukul dengan
handphone tepat di kepala ku. Aku pernah ditampar, disemprot dengan baygon
tepat di dekat wajahku dan aku hanya bisa menangis menangis dan menangis. Iyah,mungkin
ada yang lebih parah dari aku.
Apa yang kalian lakukan ketika orangtua
kalian menginginkan kalian mati ? Kalian tahu rasanya ? Seperti sedang berada
di tengah tengah milyaran hujan jarum. Sakit yang kami rasakan benar benar luar
biasa. Mungkin mereka menyesal telah melahirkan anak seperti kami . Mungkin
mereka malu punya anak seperti kami. Mungkin memang kami tak pernah mereka
inginkan. Mungkin kami hanya beban buat mereka. Kalian tahu rasanya ? Aku hanya
ingin berlari mencari jurang yang dalam dan menjatuhkan diri disana. Jatuh
dengan luka yang tak seberapa dari luka yang telah diperbuat. Jatuh dan hilang
tanpa mereka perlu mencari tubuh ini dan jika tubuh ini telah mati mereka tak
perlu mengeluarkan uang untuk memakamkan jasad ini.
Apa kami tak pantas untuk hidup ? Apa kami
tak pantas menjadi anakmu ? Apa kami terlalu buruk ? Apa kami terlalu banyak
salah hingga kata-kata itu keluar dari mulut mereka ? Mereka tak merasakan
perasaan kami setelah kata itu keluar, tak pernah merasakan perasaan kami
setelah selesai menghukum kami . Mereka tak pernah tahu betapa kami sangat
terpukul mendengar semua itu, setelah mereka menghukum kami seperti itu. Yang
mereka tahu kami salah dan kami harus dihukum. Kehidupan ini amat sangat keras.
Mungkin lebih keras dari batu.
Ketika mereka marah apa yang harus dilakukan.
Hanya bisa diam seribu bahasa mendengarkan ocehan-ocehan mereka tanpa
memberikan kami waktu untuk berbicara. Kami hanya ingin berbicara bukan
membantah. Kami hanya ingin membela diri sendiri bukan membantah. kami hanya
ingin menjelaskan semuanya bukan membantah. Tak bisakah memberikan kami waktu
dan berusaha mendengarkan perkataan kami. Tubuh ini sudah terlalu lelah untuk
bersabar dan bersabar. Kuping ini telah lelah mendengarkan semua ocehan mereka.
Hati ini sudah terlalu lelah untuk menerima bahwa kami yang salah dan akan
selalu kami. Kami hanya ingin kalian dengar!
“Kapan
terakhir kali orangtua mu memuji orang ? Kapan terakhir kali orangtuamu memuji
mu ? Sudah lama bukan ? Orang dewasa sama saja. Mereka tidak suka apa yang kami
suka. Mereka suka apa yang kami tidak suka. Kadang kadang kami kesal. Orang
dewasa mengira dengan mereka mengomeli kami, mereka berkomunikasi. Sebenarnya
mereka berbicara sendiri. Kami hanya bisa mendengarkan. Tapi omongan mereka
langsung menguap begitu saja. Mereka tidak peduli kami mendengarkan atau tidak,
yang penting mereka berbicara panjang lebar. Aku ragu mereka sadar kalau omelan
mereka bisa membunuh kami. Orang dewasa terlalu banyak bicara. Kadang-kadang
kami juga ingin didengar. Kami sama sekali tidak dibolehkan membantah jadi kami
lebih tahu untuk diam saja.”
Zaman
kami dengan mereka sudah berbeda. Tak perlu dibanding bandingkan bahkan harus
mengikutinya. Orang dewasa tak tahu kuncinya. Padahal kunci itu penting. Fokus
pada bakat kami bukan kekurangan kami. Setiap anak yang dilahirkan kedunia ini pasti
mempunyai bakat yang berbeda beda. Meskipun kami punya bakat mereka tak pernah
mau peduli bagi mereka ini bukan hal yang penting. Yang mereka tahu kami hanya
terus belajar dan belajar. Mereka hanya bisa memarahi kami ketika kami
melakukan apa yang kami suka.
Kami
hanya ingin didengar bukan hanya dimarahi. Kami hanya ingin dimengerti bukan
selalu mengerti. Kami hanya ingin dirasakan bukan selalu merasakan. Kami hanya
ingin disayang bukan selalu menyayangi. Kami hanya ingin berbicara bukan selalu
diam. Kami hanya ingin kebebasan untuk mencari jati diri. Kami hanya ingin
kebebasan untuk mengekspresikan kehidupan remaja ini. Kami ingin kalian percaya
dengan kami bukan selalu berpikiran negative. Jika kami salah kami hanya perlu
kalian dekati dan nasehati. Kami sudah besar tak perlu harus menghukum kami
dengan kekerasan. Kadang ketika kami mengalami masalah remaja entah itu
dilingkungan atau sekolah kami lebih memilih bercerita kepada teman kami. Entah
karna kami malu bercerita atau kalian yang tak mau mendengarkan atau memang
kalian tak peduli.
numpang IKLan y mbak admin .
BalasHapuspara gamers dan cheaters
visit di blog ane ====> kamikaze-itzchal.blogspot.com