Jumat, 14 Maret 2014

Ayah Ibu ini keluh kesahku.

Belajar dari satu film yang benar - benar merupakan kehidupan nyata yang dirasakan setiap remaja di dunia. Film “I not stupid too” adalah film singapura yang berkisahkan tentang orangtua yang tak bisa mengerti dan mendidik anaknya dengan baik hingga anak itu berubah menjadi nakal.

    Aku dilahirkan dari rahim ibuku. Aku terbentuk karna ada pertemuan antara sperma dan ovum orangtuaku. Ditubuhku mengalir darah mereka. Mengalir gabungan dua gen manusia yang berbeda yang melebur menjadi aku. Aku terus tumbuh dan berkembang menjadi dewasa hingga saat ini karna mereka. Tapi perjalanan hidupku tak seperti kalian yang penuh kebahagiaan, cinta dan kasih sayang. Aku mengalami kehidupan penuh dengan air mata.

    Ketika aku menginjak masa putih merah disitulah aku mulai merasakan semuanya. Tepatnya ketika aku mendapatkan teman dihidupku. Iyah aku mendapatkan adik kecil berjenis kelamin perempuan. Cinta dan kasih sayang mereka telah terbagi menjadi 2. Aku tak lagi mendapatkan semua dengan utuh.

   Apa yang kalian lakukan ketika orangtua kalian tidak mengijinkan kalian untuk bermain ? Kalian akan merajuk bukan ? Bahkan menangis untuk bisa bermain ? Iya, aku sama dengan kalian terus merajuk untuk diizinkan bermain. Kalian tahu hasilnya ? Mereka kesal dan mengangkatku lalu melempar ku ke selokan. Apa yang aku rasakan saat itu ? Aku hanya bisa menangis dan menangis di kamar mandi. Kejadian itu masih terus terlintas dipikiran ini. Mirip dengan kereta api yang setiap waktunya selalu melintas. Itu cuman sebagan kecil dari banyak kejadian pahit yang aku rasakan. Aku pernah dipukul dengan handphone tepat di kepala ku. Aku pernah ditampar, disemprot dengan baygon tepat di dekat wajahku dan aku hanya bisa menangis menangis dan menangis. Iyah,mungkin ada yang lebih parah dari aku.

   Apa yang kalian lakukan ketika orangtua kalian menginginkan kalian mati ? Kalian tahu rasanya ? Seperti sedang berada di tengah tengah milyaran hujan jarum. Sakit yang kami rasakan benar benar luar biasa. Mungkin mereka menyesal telah melahirkan anak seperti kami . Mungkin mereka malu punya anak seperti kami. Mungkin memang kami tak pernah mereka inginkan. Mungkin kami hanya beban buat mereka. Kalian tahu rasanya ? Aku hanya ingin berlari mencari jurang yang dalam dan menjatuhkan diri disana. Jatuh dengan luka yang tak seberapa dari luka yang telah diperbuat. Jatuh dan hilang tanpa mereka perlu mencari tubuh ini dan jika tubuh ini telah mati mereka tak perlu mengeluarkan uang untuk memakamkan jasad ini.

  Apa kami tak pantas untuk hidup ? Apa kami tak pantas menjadi anakmu ? Apa kami terlalu buruk ? Apa kami terlalu banyak salah hingga kata-kata itu keluar dari mulut mereka ? Mereka tak merasakan perasaan kami setelah kata itu keluar, tak pernah merasakan perasaan kami setelah selesai menghukum kami . Mereka tak pernah tahu betapa kami sangat terpukul mendengar semua itu, setelah mereka menghukum kami seperti itu. Yang mereka tahu kami salah dan kami harus dihukum. Kehidupan ini amat sangat keras. Mungkin lebih keras dari batu.

  Ketika mereka marah apa yang harus dilakukan. Hanya bisa diam seribu bahasa mendengarkan ocehan-ocehan mereka tanpa memberikan kami waktu untuk berbicara. Kami hanya ingin berbicara bukan membantah. Kami hanya ingin membela diri sendiri bukan membantah. kami hanya ingin menjelaskan semuanya bukan membantah. Tak bisakah memberikan kami waktu dan berusaha mendengarkan perkataan kami. Tubuh ini sudah terlalu lelah untuk bersabar dan bersabar. Kuping ini telah lelah mendengarkan semua ocehan mereka. Hati ini sudah terlalu lelah untuk menerima bahwa kami yang salah dan akan selalu kami. Kami hanya ingin kalian dengar!

  “Kapan terakhir kali orangtua mu memuji orang ? Kapan terakhir kali orangtuamu memuji mu ? Sudah lama bukan ? Orang dewasa sama saja. Mereka tidak suka apa yang kami suka. Mereka suka apa yang kami tidak suka. Kadang kadang kami kesal. Orang dewasa mengira dengan mereka mengomeli kami, mereka berkomunikasi. Sebenarnya mereka berbicara sendiri. Kami hanya bisa mendengarkan. Tapi omongan mereka langsung menguap begitu saja. Mereka tidak peduli kami mendengarkan atau tidak, yang penting mereka berbicara panjang lebar. Aku ragu mereka sadar kalau omelan mereka bisa membunuh kami. Orang dewasa terlalu banyak bicara. Kadang-kadang kami juga ingin didengar. Kami sama sekali tidak dibolehkan membantah jadi kami lebih tahu untuk diam saja.”
 
   Zaman kami dengan mereka sudah berbeda. Tak perlu dibanding bandingkan bahkan harus mengikutinya. Orang dewasa tak tahu kuncinya. Padahal kunci itu penting. Fokus pada bakat kami bukan kekurangan kami. Setiap anak yang dilahirkan kedunia ini pasti mempunyai bakat yang berbeda beda. Meskipun kami punya bakat mereka tak pernah mau peduli bagi mereka ini bukan hal yang penting. Yang mereka tahu kami hanya terus belajar dan belajar. Mereka hanya bisa memarahi kami ketika kami melakukan apa yang kami suka.


   Kami hanya ingin didengar bukan hanya dimarahi. Kami hanya ingin dimengerti bukan selalu mengerti. Kami hanya ingin dirasakan bukan selalu merasakan. Kami hanya ingin disayang bukan selalu menyayangi. Kami hanya ingin berbicara bukan selalu diam. Kami hanya ingin kebebasan untuk mencari jati diri. Kami hanya ingin kebebasan untuk mengekspresikan kehidupan remaja ini. Kami ingin kalian percaya dengan kami bukan selalu berpikiran negative. Jika kami salah kami hanya perlu kalian dekati dan nasehati. Kami sudah besar tak perlu harus menghukum kami dengan kekerasan. Kadang ketika kami mengalami masalah remaja entah itu dilingkungan atau sekolah kami lebih memilih bercerita kepada teman kami. Entah karna kami malu bercerita atau kalian yang tak mau mendengarkan atau memang kalian tak peduli. 

1 komentar:

  1. numpang IKLan y mbak admin .

    para gamers dan cheaters
    visit di blog ane ====> kamikaze-itzchal.blogspot.com

    BalasHapus